ini dulu gambarku pas kelas 12... iseng-iseng waktu sebelum pengumuman SNMPTN undangan. Agak kacau juga sih pas buatnya, karena pikiran terus ke urusan kuliah haha. Dulu gambar ini buat suatu perlombaan... tapi gagal haha gapapa deh yang penting udah berusaha :D
Rabu, 24 Oktober 2012
Mahasiswa bagi Indonesia
Apa sih sebenarnya mahasiswa itu? Apakah
hanya seorang pelajar yang menimba ilmu di sebuah universitas? Apakah lebih
dari itu? Apakah mahasiswa adalah seorang yang memperjuangkan nasib rakyat?
Nah, pertanyaan-pertanyaan itu semakin menggila di pikiranku semenjak aku baru
jadi mahasiswa hehe. Jujur, untuk menjawab pertanyaan ini, aku ampe minta
bantuan ke mbah google, om wiki dan mamaku hehe :p
Hmm, berdasarkan jawaban om wiki,
mahasiswa/i adalah pelajar panggilan orang yang menjalani pendidikan tinggi di
universitas atau perguruan tinggi. Sepanjang sejarah, mahasiswa/i telah
mengambil peran penting. Pasti tahu kan pas masa-masanya pemerintahan Soekarno
dan Soeharto? Eiitsss, tapi sebenarnya peran mahasiswa dalam membangun bangsa
Indonesia telah dimulai jauuh sebelum itu lohh hehe. Wanna know? Berikut
cuplikan aku dapat dari sebuah blog yang ditulis seorang pekerja politik.
MASA PENJAJAHAN BELANDA
Murid-murid STOVIA mencoba memulai
gerakan dengan mendirikan Trikoro Dharmo di tahun 1915. Gerakkannya bukan dalam
kerangka konsep mahasiswa tetapi pemuda, dan juga belum memiliki konsep
nasionalisme yang jelas (kedaerahan) atau tujuannya: Djawa Raya. Dalam hal ini
jelas bahwa walaupun konsep tentang mahasiswa, nasionalisme ataupun keadilan
sosial sudah bisa masuk ke tanah jajahan Hindia Belanda, namun pada konteks
jamannya semua idealisme konsep-konsep tersebut belum bisa dirumuskan dan
terwujud sebagai artikulator problem-problem konkrit masyarakat pada waktu itu
; Kolonialisme, kapitalisme dan sisa-sisa feodalisme. Dan yang lebih parah:
belum bisa menggerakkan massanya sesuai dengan artikulasinya tersebut.
Sejarawan-sejarawan yang idealis sering
mengatakan, bahwa pada tahap awal gerakan elemen-elemen pelopor, pertama-tama
harus bisa merumuskan problem-problem masyarakat dan kemudian menyampaikannya
dalam bentuk agitasi dan propaganda. Namun, realita sejarah menghidangkan
kenyataan yang lain: kondisi subyektif gerakan belum bisa bersatu dengan
kondisi obyektif di luar gerakan. Keduanya belum solid, keduanya belum bisa
menyatu melalui tahap-tahap panjang, rumit dan mengesalkan.
Dan juga ada keharusan yang katanya logis
dan absah, yang dipaksakan oleh sejarawan-sejarawan idealis, yakni keharusan
yang mengatakan: karena ide-ide nasionalisme, liberal, komunisme,
sosial-demokrat, islam dan lain-lainnya sudah masuk ke tanah jajahan Hindia
Belanda, seharusnya kaum intelaktual membentuk diri menjadi pelopor yang mengartikulasi
problem-problem masyarakat serta rakyatnya dan kemudian menggerakkan massanya.
Persoalannya bukan saja terletak pada keinginan subyektif dan normatif dari
kaum intelektual; persoalannya juga terletak pada tingkat kesadaran (level of
consciesness) kaum intelektual itu sendiri (sebagai kondisi subyektif), tingkat
kesadaran rakyatnya dan atmosfir ekonomi-politik pendorong tingkat kesadaran
tersebut (sebagai kondisi obyektif). Jadi, logika sejarawan idealis tidaklah
berpijak pada realitas sejarah, logika yang tidak historis.
Atau bentuk dan watak organisasi seperti
Trikoro Dharmo hanya merupakan taktik kaum pelopor dalam menghadapi kondisi
pada saat itu? Tidak, tidak didapatkan data ilegal, baik tertulis (dokumen)
maupun lisan, yang menyatakan hal tersebut.
Organisasi-organisasi yang tumbuh
kemudian adalah juga organisasi kedaerahan (Jong Sumatera, Jong Celebes, Jong
Minahasa, Bond Ambon) dan tidak ada upaya berkonsolidasi. Hanya atas bantuan
Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI) maka organisasi-organisasi
tersebut dilebur menjadi Indonesia Moeda (IM) tahun 1930. Dalam tindakan
konsolidasi, pelajar-pelajar mengambil inisiatif, juga dalam hal merubah konsep
pelajarnya menjadi pemuda, yang secara teoretis lebih memungkinkan mewadahi
massa yang lebih luas.
Perjuangan IM pada umumnya lunak, kecuali
cabang Surabaya, Radikalisasi IM Surabaya berhasil memprovokasi kepala
sekolah-kepala sekolah menengah untuk mengeluarkan Schoolverbood (pemecatan
bagi pelajar-pelajar sekolah menengah yang memasuki IM). Dengan adanya
peraturan tersebut dan intel-intel bangsa sendiri yang menyusup ke IM untuk
mengadakan provokasi, maka IM menjadi lemah: menjadi organisasi dekaden/bejad,
tempat foya-foya.
Hanya anggota IM yang sadarlah yang bisa
keluar dari IM dan kemudian membentuk Soeloeh Pemoeda Indonesia (SPI) dan
Pergerakan Pemoeda Revolusioner (PERPIRI). Namun, dan memang wajar dalam
masyarakat kolonial, dikeluarkanlah Vargader-verbod (pembubaran dan larangan
berkumpul) bagi SPI dan PERPIRI. Tapi anggota-anggota yang konsisten melakukan
gerakan bawah tanah. Tahun 1915-1930 merupakan waktu yang cukup panjang bagi
pemuda dan pelajar untuk memiliki penjelasan yang lebih jernih tentang
nasionalisme yang melekat pada organisasi Indonesia Moeda dan melepaskan diri
dari organisasi sektarian pemuda dan mahasiswa guna lebih mempertajam orientasi
anti kolonial. Selain itu juga gerakan ini telah melewati masa-masa sulit:
kelumpuhan pergerakan nasional akibat pemerintah kolonial yang semakin
represif, setelah pemerintah kolonial di uji oleh pemogokan-pemogokan buruh di
awal tahun 1920-an dan pemberontakan PKI tahun 1926. Gerakan pemogokan buruh
dan pemberontakan PKI tersebut merupakan suatu pengorbanan yang berharga
positif; memberikan atmosfir pendidikan politik bagi kelanjutan pergerakan
nasional. Banyak sejarawan Indonesia masih menolak menuliskan tinta emasnya
bagi sejarah Indonesia kurun itu.
Didalam kondisi kelumpuhan pergerakan
nasional seperti ini, muncullah alternatif kelompok study (studieclub) yang
politis dilihat dari orentasi dan tindakan politiknya, terbentuknya Indonesia
Studieclub (IS) dan Algemeene Studieclub (AS). Makna politis dari kelompok
study pada waktu itu adalah:
1) Mempelajari kondisi dan problem-problem
konkrit yang berhubungan dengan negeri dan rakyat, kemudian mengadakan
ceramah-ceramah dan kursus-kursus tentangnya. Misalnya, yang berhubungan dengan
buruh; upah, kesejahteraan dan jam kerja; tentang perumahan rakyat; hal kondisi
organisasi politik; keuntungan atau kerugian dengan adanya pemilihan anggota
Gementeraad (dewan Kota); Arti pergerakan, pendidikan nasional, parlemen,
statistik perdagangan, gerakaan persatuan, kooperasi dan non-kooperasi,
kerjasama diantara organisasi-organisasi politik dal lain-lain,
2) Membentuk komite dan pengumpulan bahan
mengenai masyarakat koloni terutama Hindia Belanda, kemudian menyebarkannya
dalam bentuk brosur-brosur atau surat kabar atau majalah, seperti Soeloeh
Ra'jat Indonesia dan Soeleoeh Indonesia,
3) Mencari alternatif bagi perbaikan
terhadap problem-problem konkrit tersebut dan kemudian dilakukan tindakan
nyata,
4) forumnya ditujukan pada sasaran
masyarakat luas, pertemuannya terbuka di gedung-gedung pertemuan umum yang di
hadiri oleh kalangan pergerakan dan masyarakat luas,
5) Mendukung pemogokan buruh bengkel dan
elektrik di Surabaya bulan nopember 1925. Namun tidak dapat di pungkiri ada
juga kelompok studi yang apolitis dan hanya berkubang di masalah-masalah
teoritis, yaitu apa yang dinamakan Debating Club (Sukarno keluar dari
organisasi ini dan masuk ke Algemeene Studieclub)
Dalam merespons perubahan politik yang
lebih liberal akibat penggantian gubernur Jendral de Fock oleh de Graeff
(pendukung van Limburg Stirum, liberalis), dan dalam kondisi ekonomi Belanda
serta Hindia Belanda yang berada pada posisi merambat ke arah ekses penawaran
(posisi demikian merupakan masa positif sebelum mencapai puncak konjunktur
ekses penawaran dalam masa depresi kapitalisme pada tahun 1929-1930 maka IS dan
AS berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI) dan Perserikatan Nasional
Indonesia (PNI). Kelompok studi berhasil bertranformasi menjadi partai, ia
merupakan cikal-bakal partai yang banyak menyumbang bagi tercapainya
"kemerdekaan" Republik Indonesia. Tanda kutip pada kata kemerdekaan
bermakna: Setelah Indonesia merdeka partai-partai tersebut,ternyata tidak
berhasil memenangkan pertempuran untuk merubah hubungan sosial rakyat Indonesia
menjadi lebih adil, unsur-unsur reaksioner juga turut dihidupkan dan menjadi
kuat oleh momen sejarah Indonesia.
Namun demikian Studieclub telah
memperlihatkan keunggulannya ketimbang kelompok studi tahun 1980-an. Kelompok
studi tahun 80-an lebih menyerupai debating club dalam tindakannya, apolitis:
1) berkubang di masalah-masalah teoritis,
2) tidak bisa berdialektika sebagai unsur
subyektif yang merespons dan menstimulasi kondisi obyektif dalam kondisi
ekonomi-politik Orde Baru, ia bukannya bertransformasi menjadi politis tapi
malahan membusuk. Lebih gegabah lagi bila kelompok studi tahun 80-an
disimpulkan menjadi bertransformasi menjadi pelopor, dominan atau bahkan
mengambil peranan kecil sekalipun sebagai koordinator dalam gerakan mahasiswa
tahun 80-an. Kesimpulan ini bukan berarti kami tidak menghargai nilai lebih
diskusi. Jangan samakan antara tindakan diskusi dengan tindakan kelompok studi
secara keseluruhan.
Analisa terhadap sejarah studieclub jelas
memberikan kesimpulan bahwa kondisi obyektif ekonomi-politik pada saat itu
politik kolonial yang semakin represif, yang kemudian berubah menjadi liberal
karena perubahan status ekonomi Belanda dan Hindia Belanda bisa direspon dan
distimulasi oleh kondisi obyektif Studieclub yang bertransformasi menjadi
partai. Jadi, sungguh suatu kesimpulan yang spekulatif bila dikatakan bahwa
mandulnya gerakan mahasiswa dari basis kampus pada masa Orde Baru dan larinya
mahasiswa dari basis kampus untuk membentuk kelompok studi adalah akibat oleh
NKK/BKK. Sungguh suatu kesimpulan yang spekulatif, seolah-olah bila tidak ada
NKK/BKK maka akan semarak dan menjadi kuatlah gerakan mahasiswa. Apakah hal ini
terbukti pada gerakan mahasiswa masa Orde Baru tahun 60-an dan 70-an dimana
pada waktu itu belum ada NKK/BKK? Tidak, sejarah membuktikan bahwa kondisi
subyektif gerakan mahasiswa Orde Baru tahun 60-an dan 70-an tidak bisa
merespons dan menstimulus ekonomi politik Orde Baru pada tahun 60-an dan 70-an.
Perdebatan mengenai kondisi ekonomi-politik Orde Baru tahun 60-an dan 70-an
memerlukan ruang tersendiri. Namun yang jelas, sebagai gejala, gerakan
mahasiswa Orde Baru tahun 60-an dan 70-an benar-benar telah dilumpuhkan,
terutama tahun 60-an benar-benar merupakan borok sejarah. Justru dalam skala
tertentu, gerakan mahasiswa tahun 80-an dapat menembus NKK/BKK. Namun akumulasi
dan kulminasi tindakan politik, maka yang lebih dapat di hargai adalah gerakan
mahasiswa masa Orde Baru tahun 70-an. Penghargaan itu tentunya adalah hanya
sebatas bahwa gerakan tersebut telah memberikan atmosfir pendidikan politik dan
tapak-tapak kabur pedoman menuju demokratisasi.
Masa setelah bertransformasinya
Studieclub menjadi PBI dan PNI pada kurun sejarah inilah dapat di tebar pupuk
momentum bagi konsolidasi, penyaringan dan semaraknya wadah-wadah massa pemuda
dan pelajar. Hal ini terbukti dengan di selenggarakannya kongres Pemoeda
Indonesia pada tahun 1928, yang berhasil menggabungkan pergerakan-pergerakan
pemuda yang berorentasi luhur, memprioritaskan terwujudnya cita-cita
nasionalisme, menjunjung harkat nusa bangsa: mengolah tercapainya kemerdekaan.
Nama organisasi gabungan tersebut, dilihat secara semantik saja, sungguh
mengejutkan dan menggembirakan: Pemoesatan Pergerakan Pemoeda Indonesia
(PERPINDO) di pusat dan Pergaboengan Pemoeda (PERDA) di daerah. Dan,
anggota-anggotanya adalah IM, Pemoeda Muhaammadijah, Persatoean Pemoeda Taman
Siswa, Pemoeda Muslimin Indonesia, Persatoean Pemoeda Kristen Djawi, Barisan
Pemoeda GERINDO dan PRRI.
MASA PENJAJAHAN JEPANG
Tentu saja ruang ini tidak cukup tersedia
untuk membahas gerakan mahasiswa pada masa ini, yang cukup menggairahkan untuk
di analisa namun harus memperhitungkan spektrum perdebatan yang cukup luas.
Yang pasti, semua organisasi pemuda yang
ada di bubarkan, dan pemuda di masukkan kedalam, yang utama Seinendan-Keibondan
(Barisan Pelopor) dan Pembela Tanah Air (PETA) untuk dididik politik dan
kegiatan-kegiatan menunjang fasisme: latihan militer untuk membela kepentingan
ekonomi-politik Asia Timur Raya.
Jalan keluar bagi gerakan pemuda adalah:
gerakan bawah tanah (Underground-legal). Ramainya pamflet-pamflet gelap, dan
rapat-rapat gelap yang mengakibatkan adanya penangkapan-penangkapan oleh
penguasa fasis Dai Nippon Jepang. Momentum gerakan bawah tanah, yang juga
"katanya" dikombinasikan dengan gerakan legal Sukarno, merupakan
jalan keluar yang lebih mencekam dan belum memassa, tingkat kesadaran massa
untuk mengambil jalan keluar ini belum mencapai tingkat yang revolusioner. Dan
harus dilacak mengapa Fron Anti Fasis tidak menampakkan sosok yang jelas.
MASA KEMERDEKAAN
1945-1950
Suatu momentum yang tidak disia-siakan
oleh gerakan pemuda dan pelajar: selain mereka melucuti senjata Jepang, juga
memunculkan kembali organisasi-organisasi mereka, misalnya Angkatan Pemoeda
Indonesia (API), Pemuda Repoeblik Indonesia (PRI), Gerakan Pemoeda Repoeblik
Indonesia (GERPRI), Ikatan peladjar Indonesia (IPI), Pemoeda Poetri Indonesia
(PPI dan lain-lainnya.
Pada saat belum ada pemuda dan pelajar
yang berbentuk federasi, diselenggarakanlah kongres Pemoeda Seloeroeh Indonesia
I (1945) dan ke-II (1946). Kedua kongres tersebut sangat penting artinya
karena:
1) Dapat melahirkan organisasi gabungan
Pemoeda Sosialis Indonesia (PESINDO) yang merupakan hasil peleburan API, PRI,
GERPRI, AMRI dan sebagainya,
2) Terbentuknya badan Kongres ke-I berada
dalam suasana semangat perjuangan bersenjata (pemuda turut berpartisipasi dalam
pertempuran Nopember di Surabaya),
3) Kongres ke-II menghasilkan keputusan
antara lain: Berpegang teguh pada Undang-Undang Dasar, membentuk dan memperkuat
laskar, mengisi jabatan-jabatan penting di pemerintahan dan mematuhi pimpinan
yang mengajak revolusi nasional dan revolusi sosial.
Organisasi-organisasi seperti
Perhimpoenan Mahasiswa Djakarta (PMD), Perhimpoenan Mahasiswa Katholik Jogja
(PMJ), Sarekat Mahasiswa Indonesia (SMI), Perhimpoenan Mahasiswa Islam (HMI),
Perhimpoenan Mahasiswa Kedokteran Hewan (PMKH), Perhimpoenan Mahasiswa Kristen
Indonesia (PMKRI) dan Persatoean Peladjar Pergoeroean Tinggie Malang (PPPM)
setuju membentuk Perserikatan Perhimpoenan-perhimpoenan Mahasiswa Indonesia
(PPMI) dan Badan Koordinasi Mahasiswa Indonesia (BKMI) yang khusus berada di
daerah pendudukan Belanda.
Menjadi mahasiswa bukanlah sebuah tujuan,
tapi sebagai alat. Yakni alat penghubung antar rakyat dan pemerintah.
Mahasiswa, yang masih pure belum membela kepentingan siapa pun, diharapkan bisa
meluruskan komunikasi antar pemerintah dan rakyat. Jangan sampai demokrasi jadi
mandek di Indonesia. Nah, dari sini, terkenal istilah 'parlemen jalanan'. Pada
tau parlemen jalanan itu apa? Parlemen jalanan adalah istilah yang dipakai
untuk menyebut demonstran.
Parlemen jalanan mewakili diri sendiri dan
semua orang yang merasa aspirasinya tidak sampai di pemerintahan; karenanya
aspirasi itu disampaikan sendiri bersama demonstran yang lain. Rata-rata
pelopor parlemen jalanan adalah mahasiswa atau angkatan muda. Angkatan muda
yang mempunyai idealisme yang tinggi, penuh semangat, berjiwa nasionalis dan
selaau mengutamakan kepentingan masyarakat banyak. Atribut yang dipakai oleh
anggota parlemen jalnan itu sangat bervariasi dan senjata utama mereka adalah
orasi, spanduk dan ikat kepala serta poster dan kadang-kadang ban yang biasa
dibakar ketika aksi mereka berlangsung. Perjuangan kaum parlemen jlanan itu
sangat militan, sehingga tak heran di sana terjadi pertumpahan darah dan ada
korban nyawa. Ya, memang demonstrasi di jalan atau di gedung pemerintah
merupakan gaya khas parlemen jalanan dalam mengartikulasikan pikiran dan suara
hati rakyat. Namun, dalam konteks ini kita tak akan merasa etis jika
berusaha menggeneralisir demonstrasi adalah satu-satunya cara bagi parlemen
jalanan dalam menyuarakan opini karena nyatanya ada alternatif lain yang
terkadang mereka pakai dalam kondisi-kondisi tertentu. Parlemen jalanan harus
menjalankan perannya secara massif, pengawasan ketat terhadap parlemen sistem,
mempublikasikan kepada masyarakat semua kebobrokan anggota parlemen merupakan
rutinitas harian bagi parlemen jalanan disamping itu pendidikan politik
terhadap masyarakat harus menjadi prioritas karena sistem demokrasi kita sering
terperosok ke tempat yang salah gara-gara orang yang melakukan pendidikan
politik adalah orang yang tidak melek politik (baca: para caleg yang tidak
paham politik nilai) dibutuhkan kelompok manusia yang melek politik serta
punya konsistensi tinggi dalam mengusung politik nilai dan salah satu
kelompok tersebut adalah parlemen jalanan.
Mahasiswa sering dikait-kaitkan dengan sebutan agent of change. “Agent of change (Agen Perubahan)” ini adalah
sebuah kata yang sering menjadi retorika kebanggaan bagi para mahasiswa.
Mahasiswa saat ini merasa bangga mereka disebut sebagai agent
of change, namun pada hakekatnya mereka tidak mampu melakukan
sebuah perubahan bahkan yang paling dasarpun dari agent
of change yang
berangkat dari sebuah kegelisahan, keresahan, ketidakpuasan sudah tidak lagi
melekat dalam dirinya.
Sebuah
pertanyaan mendasar adalah apakah benar mahasiswa saat ini masih layak
menyandang “the agent of change”?
Apakah benar mahasiswa saat ini masih mampu melihat dan peka terhadap
permasalahan bangsa saat ini ataupun peka terhadap permasalahan yang ada di
lingkungan sekitarnya? Apakah mahasiswa saat ini masih gelisah, resah, tidak
puas dan bahkan memberontak melihat ketimpangan yang seringkali terjadi
yang pada akhirnya berimbas kepada masyarakat kecil? Atau malah mahasiswa tidak
lagi memiliki rasa gelisah, resah, tidak puas dan bahkan tidak ada lagi rasa
pemberontakan dalam dirinya untuk melawan ketimpangan sosial atau malah
mahasiswa sudah menjadi makhluk buas yang individualis yang hanya mampu
mengurusi dirinya sendiri. Ini adalah sebuah renungan bagi kita sekaligus
tantangan untuk merefleksikan kembali semangat agent
of change. Semangat dasar dari agent of changeterbangun atas
kegelisahan, keresahan, ketidapuasan dan bahkan pemberontakan yang terlahir
dari sebuah fenomena sosial.
“Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kugoncangkan dunia”
Pasti pernah dengar kata-kata itu kan?
Yap, itu adalah kata-kata Bung Karno. Tersirat betul bahwa ia percaya bahwa
pemudalah yang mampu merubah nasib suatu kaum bangsa. Oleh karena itu, kita,
para mahasiswa, sebagai kaum pemuda, haruslah ingat bahwa kita adalah bagian dari
pembangunan. Jangan sampai kita melupakan itu.
Sabtu, 13 Oktober 2012
hujan di sini
Akhirnya, Sabtu kemarin, jam 00.20, turun hujan di Jogja. Dan hujan yang dibumbui dengan hembusan angin yang sejuk itu kurang-lebih mirip di Bogor. Jadinya pagi itu aku kangeeen banget Bogor huhu. Semenjak di Jogja, aku baru nyadar kalau aku kangen hujan. Dulu kalau di Bogor, aku ngerasa bosen banget ada hujan. Apalagi kalau hujannya badai. Bete deh.
Haaah, how I miss those rainy days that I spent in a little city called Bogor...
PAS SEULEMENT UN ÉTUDIANT UNIVERSITAIRE (Bukan Mahasiswa Biasa)
Kenalkah anda sekalian dengan lambang ini? Ya, ini adalah sebuah lambang dari
kampus biru, yakni Universitas Gadjah Mada. Siapa yang tak bangga mengenakan
jas dengan lambang UGM yang tersemat di dada kiri? Semua pasti berdecak kagum
melihatnya.
Mahasiswa UGM haruslah bersyukur karena sudah diberikan
kesempatan untuk bisa berkuliah di salah satu kampus terkemuka di Indonesia
ini. Bahkan untuk bisa menjadi mahasiswa pun harus benar-benar disyukuri,
karena menurut statistika, hanya 27% anak bangsa yang bisa mengecap pendidikan
di bangku universitas. Nah, bagaimana cara mensyukurinya? Tentu mayoritas
mahasiswa UGM telah membuktikannya dengan baik.
Berbagai kompetisi di bidang akademik telah dijuarai.
Bahkan beberapa penghargaan bergengsi pun sudah diraih. Kurang lebih 130
prestasi (baik nasional maupun internasional) telah dicetak oleh mahasiswa UGM
sepanjang tahun 2011. Soal IP? Janganlah dipertanyakan. Coba cek website
ugm.ac.id yah hehe, pasti kalian tahu seberapa hebat prestasi akademik para mahasiswa
kampus perjuangan ini.
Bagaimana dengan gerakan lain mahasiswa UGM? Apakah ruang
lingkupnya hanya sebatas di ranah akademik saja? Tentu tidak.
Setiap
tahun UGM menerjunkan 6.000 mahasiswa ke desa-desa dalam program Kuliah Kerja
Nyata (KKN) Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa mahasiswa UGM pun berkontribusi besar pada
masyarakat. Lalu pada tanggal 10
November 2010 yang lalu, UGM memberangkatkan 500 mahasiswa KKN
Peduli Bencana. Berdasarkan pengalaman minggu-minggu sebelumnya, pada semua
desa yang didampingi relawan UGM, termasuk mahasiswa internasional, tidak ada
korban jiwa.
Tiap-tiap fakultas pun memiliki agenda tersendiri untuk
membuktikan bahwa mereka peduli pada masyarakat. Sebut saja fakultas farmasi.
Fakultas farmasi memiliki simbiosis mutualisme dengan Desa Mitra, yang
melibatkan langsung mahasiswa dengan masyarakat Desa Mitra tersebut.
Mahasiswa UGM juga tanggap terhadap kasus di dalam ranah
kampusnya sendiri. Saat ada masalah dengan ’ketidakseriusan’nya panitia pemilihan
rektor, 50-an mahasiswa UGM yang tergabung dalam kelompok Garpu (Gerakan
Mahasiswa Peduli UGM) langsung
melancarkan aksi dengan membawa tiga keranda. Maksudnya adalah sebagai simbol
matinya demokrasi yang ada di UGM.
Oya, untuk mengakomodasi seluruh pergerakan mahasiswanya, UGM tentu punya beberapa lembaga. Keluarga Mahasiswa UGM (KM UGM) terbagi atas kongres KM UGM, BEM KM UGM, dan SM KM.
tau kan organisasi intra UGM? Yap, namanya adalah BEM KM UGM, yang sudah berdiri dari tahun 1991. BEM KM UGM dipimpin oleh seorang presiden mahasiswa yang memiliki masa jabatan selama 1 tahun. Untuk tahun 2012 ini, presidennya adalah Giovanni Van Empel. Untuk tingkat fakultasnya, ada BEM Farmasi, BEM FEB, BEM FKH, BEM FMIPA, BEM KM FGE dan BEM KM FT. BEM KM UGM bekerja sama dengan BEM fakultas-fakultas tersebut.
Lalu ada juga senat. Senat mahasiswa UGM (SM KM UGM) adalah lembaga sentral kemahasiswaan yang dibentuk tahun 1990. Lembaga legislatif tingkat universitas ini terdiri dari unsur Partai Mahasiswa dan Independen. Sebelumnya lembaga legislatif di KM UGM terdiri dari DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) KM dan DPF (Dewan Perwakilan Fakultas) KM UGM. Terjadinya dualisme fungsi dan untuk memperjelas fungsi dari lembaga legislatif, maka DPM dan DPF dipersatukan di bawah nama Senat Mahasiswa KM UGM sejak kongres tahun 2012 awal tahun kemarin.
Ada juga MWA. MWA adalah Majelis Wali Amanat, organ pembuat keputusan tertinggi di UGM yang mewakili kepentingan Pemerintah Republik Indonesia, kepentingan masyarakat umum, dan kepentingan masyarakat UGM.
Di UGM juga ada pesta demokrasi lho, yaitu pemilihan raya (pemira) untuk memilih presiden mahasiswa, dewan perwakilan mahasiswa dan dewan perwakilan fakultas UGM.
Mau tahu beberapa gerakan BEM yang peduli dengan kampus UGM agar menuju arah yang lebih baik? Berikut cuplikannya hehe
Oya, untuk mengakomodasi seluruh pergerakan mahasiswanya, UGM tentu punya beberapa lembaga. Keluarga Mahasiswa UGM (KM UGM) terbagi atas kongres KM UGM, BEM KM UGM, dan SM KM.
tau kan organisasi intra UGM? Yap, namanya adalah BEM KM UGM, yang sudah berdiri dari tahun 1991. BEM KM UGM dipimpin oleh seorang presiden mahasiswa yang memiliki masa jabatan selama 1 tahun. Untuk tahun 2012 ini, presidennya adalah Giovanni Van Empel. Untuk tingkat fakultasnya, ada BEM Farmasi, BEM FEB, BEM FKH, BEM FMIPA, BEM KM FGE dan BEM KM FT. BEM KM UGM bekerja sama dengan BEM fakultas-fakultas tersebut.
Lalu ada juga senat. Senat mahasiswa UGM (SM KM UGM) adalah lembaga sentral kemahasiswaan yang dibentuk tahun 1990. Lembaga legislatif tingkat universitas ini terdiri dari unsur Partai Mahasiswa dan Independen. Sebelumnya lembaga legislatif di KM UGM terdiri dari DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa) KM dan DPF (Dewan Perwakilan Fakultas) KM UGM. Terjadinya dualisme fungsi dan untuk memperjelas fungsi dari lembaga legislatif, maka DPM dan DPF dipersatukan di bawah nama Senat Mahasiswa KM UGM sejak kongres tahun 2012 awal tahun kemarin.
Ada juga MWA. MWA adalah Majelis Wali Amanat, organ pembuat keputusan tertinggi di UGM yang mewakili kepentingan Pemerintah Republik Indonesia, kepentingan masyarakat umum, dan kepentingan masyarakat UGM.
Di UGM juga ada pesta demokrasi lho, yaitu pemilihan raya (pemira) untuk memilih presiden mahasiswa, dewan perwakilan mahasiswa dan dewan perwakilan fakultas UGM.
Mau tahu beberapa gerakan BEM yang peduli dengan kampus UGM agar menuju arah yang lebih baik? Berikut cuplikannya hehe
Mahasiswa UGM juga tanggap dengan keadaan di luar barikade
kampusnya. Ketika kasus KPK dengan polri bergaung keras, segera BEM KM UGM mengajak
seluruh mahasiswa UGM untuk menunjukkan kepedulian mereka dengan berkumpul di
bundaran UGM pada tanggal 6 Oktober 2012 lalu.
Lalu, kekhawatiran akan perubahan
iklim yang sedang marak saat ini, mendorong civitas akademika Fakultas Geografi
UGM menyelenggarakan rangkaian acara
simposium internasional pada tanggal 4-7 Mei 2012 lalu.
Contoh lain, pada
tanggal 27 Maret 2012 lalu, di tengah maraknya demontrasi menolak kenaikan
harga BBM, BEM KM UGM justru menggelar aksi menolak draf Rancangan
Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT). Ini membuktikan kepedulian tinggi mahasiswa UGM terhadap pendidikan.
Kedengarannya hebat ya mahasiswa UGM itu ? Yah, tapi
kita tak tahu sisi lain mahasiswa UGM. Yang pasti, karena UGM adalah salah satu
kampus terbaik di Indonesia, aku percaya mahasiswanya pun demikian J
Mayoritas data ini aku peroleh dari Balairung Press
hehehe. Tau kan Balairung Press itu apa ? Yap, ini adalah badan penerbitan
pers mahasiswa UGM. Coba baca deh… isinya keren. Balairung berani mengungkapkan
aspirasinya, sekalipun itu berarti mereka membuka sisi buruk UGM. Yah, kalau
tak dibuka, gimana UGM mau jadi universitas terbaik ? Sekali lagi, ini menunjukan kualitas mahasiswa UGM yang tak takut mengkritik demi membela kebenaran dan keadilan hehe
Sebagai mahasiswa baru UGM, aku sadar betul harus berbuat
terbaik demi Indonesia.
Apalagi ketika acara penutupan PPSMB universitas, Tufik
ismail berpesan ini pada seluruh maba UGM : “Jangan sampai meniru
generasi bobrok saat ini. Itu pesan saya bagi generasi muda,”
dan kuharap aku bisa memenuhi pesan beliau J
dan kuharap aku bisa memenuhi pesan beliau J
Rabu, 10 Oktober 2012
MAHASISWA dan SOE HOK GIE
Dulu, ketika aku masih kecil, aku selalu merinding mendengar kata ini : Mahasiswa. Maha dan siswa. Begitu prestisius. Seolah-olah menjadi puncak tertinggi dari semuanya. Bahkan dulu aku lebih mengagumi kata mahasiswa dibanding presiden hehe. Bagaimana tidak? Sedikit saja presiden salah mengambil langkah, akan ada berpuluh-puluh demonstran mahasiwa dari Sabang sampai Merauke, meneriakkan kata-kata penuh semangat menentang presiden itu.
Jujur, dulu juga aku selalu sebal melihat mahasiswa yang berdemonstrasi. Apalagi yang cara demonya anarkis. Aku selalu berpikir, kok bukannya belajar, malah sibuk membuat keributan di jalan. Bukankah lebih baik mereka belajar dulu yang benar untuk membela rakyat kelak? Tak usahlah berdemo-demo segala, cuma bikin capek saja. Didengar pun sudah syukur, apalagi direspon. Udah alhamdulillah banget. -Itu adalah isi dari pikiran seorang anak kecil hehe- akhirnya pun kata mahasiswa pun jadi terdengar cukup menjengkelkan bagiku dulu.
Tapi, ketika aku memasuki bangku SMP, pandanganku tentang mahasiswa pun berubah... ini semua bermula dari menonton Soe Hok Gie. Pasti udah tau Soe Hok Gie kan?
Soe Hok Gie adalah sosok yang benar-benar kritis. Cara pikirnya benar-benar sekarat. Ia begitu peduli dengan keadaan sekitarnya. Ia adalah golongan yang benar-benar peduli dengan rakyat kelas bawah dan tak menyukai pada kaum atas yang tak berkeprimanusiaan. Ia bertindak bukan karena ingin dilirik sebagai mahasiswa 'agent of change', tapi karena ia benar-benar peduli.
Ia berani mengkritik pemerintahan Soekarno lewat tulisan-tulisannya yang tajam. Sekali lagi, bukan karena ia ingin mencari sensasi.
Jaman sekarang, susah rasanya mencari sosok mahasiswa pengganti Soe Hok Gie. Apakah mahasiswa yang bedemonstrasi benar-benar peduli pada rakyat? Atau hanya karena tersulut saja? Apakah mereka mengerti pokok masalah negeri ini? Atau termakan umpan kaum-kaum kiri pmerintahan?
Ya, sampai seribu abad yang akan datang pun, sulit menemukan pengganti Soe Hok Gie, seorang idealis sejati, yang bertindak sendiri, bukan karena terbawa arus.
. Tapi aku tetap berharap paradigma mahasiswa sekarang berubah.
Seperti kata Mingguan Bandung Mahasiswa Indonesia, yang mempersembahkan editorial khusus setelah kematian Soe Hok Gie:
…Tanpa menuntut agar semua insan
menjadi seorang Soe Hok-gie, kita hanya bisa berharap bahwa pemuda ini dapat
menjadi model seorang pejuang tanpa pamrih … kita membutuhkan orang seperti
dia, sebagai lonceng peringatan yang bisa menegur kita manakala kita melakukan
kesalahan.
Dan Wahai Mahasiswa, ingatlah kata-kata Soe Hok Gie:
Mimpi saya
yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia
berkembang menjadi “manusia-manusia yang biasa”. Menjadi pemuda-pemuda dan
pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai
seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang
mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
Saya ingin melihat
mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti
politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang
dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah
sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau
golongan apapun.
Masih
terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan,
tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi
dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka
akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam
tadi.
Berkat
Soe Hok Gie, aku sadar bahwa tugas mahasiwa bukan hanya untuk menimba ilmu di
sebuah telaga yang bernama 'kampus'. Tapi untuk kritis atas segala perubahan,
terutama pada pergejolakan yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Apalagi
bila perubahan itu menyangkut soal pergeseran nilai kebenaran dan
keadilan. Namun, ada cara-cara elit bagi kita untuk mengkritik dan menanggapi
itu semua. Demonstrasi secara anarkis tanpa pemikiran yang matang bukanlah
jawabannya. Sebagai mahasiswa, sudah seharusnya kita berpikir dulu sebelum
bertindak.
Seperti
Soe Hok Gie, kita bisa saja mengkritik lewat tulisan. Atau dengan kepala dingin
berdiskusi bersama pihak yang dituju. Pokoknya, hindari demonstrasi yang
anarkis! Jangan ada keributan dan kericuhan yang meresahkan warga! Jangan
sampai idealisme membawa kita menjadi sosok yang ingin didengar tapi tidak
mendengar sama sekali.
mendadak
aku jadi teringat puisi Soe Hok Gie...
Saya mimpi tentang sebuah dunia, Di mana ulama - buruh
dan pemuda,
Bangkit dan berkata - Stop semua kemunafikan, Stop
semua pembunuhan atas nama apa pun.
Dan para politisi di PBB,Sibuk mengatur pengangkutan
gandum, susu dan beras,
Buat anak-anak yang lapar di tiga benua,Dan lupa akan
diplomasi.
Tak ada lagi rasa benci pada siapa pun, Agama apa pun,
ras apa pun, dan bangsa apa pun,
Dan melupakan perang dan kebencian, Dan hanya sibuk
dengan pembangunan dunia yang lebih baik.
Tuhan - Saya mimpi tentang dunia tadi, Yang tak pernah
akan datang.
Sekarang,
setelah aku menjadi mahasiswa, aku belum merasa menjadi 'mahasiswa'. Aku pun
melihat kebanyakan mahasiswa di Indonesia belum menjadi sosok mahasiswa yang
sesungguhnya.
Memang
bagaimana sih sosok mahasiswa sesungguhnya? Aku tak mengatakan Soe Hok Gie
sebagai acuannya hehe. Kan jaman dulu dengan sekarang itu berbeda jauh... jadi
bentuk-bentuk mahasiswanya pun berbeda-beda, tak mungkin sama. Soe Hok Gie
lahir di waktu yang kehidupannya keras, yang penuh perjuangan. Sebuah masa yang
menuntut mahasiswa untuk tampil berani membela rakyat yang tertindas.
Tapi
tetap saja, Indonesia akan selalu mebutuhkan mahasiswa yang tak takut untuk
membela kebenaran dan selalu memusnahkan kemunafikan. Yang tak akan pernah mati
idealismenya, bahkan ketika realita menamparnya sedemikian rupa.
Sabtu, 06 Oktober 2012
J'ai faim de Hunger Games (I am hungry for Hunger Games)
Dulu aku tergila-gila banget sama buku Hunger Games! Pasti udah pada tau kan buku ini?
Novel ini termasuk jenis novel dystopia, yakni novel yang bersetting di masa depan, menceritakan pemerintah yang otoriter. Tokoh utama Hunger Games adalah Katniss Everdeen.
Katniss adalah sosok cewek yang kuat, pantang menyerah dan keras kepala hehe (beda yah sama Bella Swan)
Yang paling aku suka dari buku ini adalah perasaan kasih sayang Katniss pada adiknya, Prim
Lalu hubungan Katniss dengan Gale
Aku sih lebih suka Peeta hehe
Aku dulu udah baca buku Hunger Games cuman dalam satu hari (saking semngatnya haha) and I have to say that hunger games is the best book ever!
Dan aku juga udah menyelesaikan baca 'catching fire' dan 'mocking jay' hanya dalam 2 hari hehe. Endingnya sedih banget. Haru-biru banget deh. Eh, agak happy ending juga sih... tapi tetep aja sedih...
Buat yang belum baca buku Hunger Games, mending langsung baca sekarang. Nonton filmnya boleh aja sih, tapi pasti lebih ngerti kalo baca novelnya hehe. Baca juga 'catching fire' yaaa soalnya, taun depan kalian ga bakal ngerti lhoo plot cerita film 'cathing fire' yang pasti ngehits berat dan jadi box office hehehe.
So, what are you waiting for? Grab these books as fast as you can!
Dan aku juga udah menyelesaikan baca 'catching fire' dan 'mocking jay' hanya dalam 2 hari hehe. Endingnya sedih banget. Haru-biru banget deh. Eh, agak happy ending juga sih... tapi tetep aja sedih...
Buat yang belum baca buku Hunger Games, mending langsung baca sekarang. Nonton filmnya boleh aja sih, tapi pasti lebih ngerti kalo baca novelnya hehe. Baca juga 'catching fire' yaaa soalnya, taun depan kalian ga bakal ngerti lhoo plot cerita film 'cathing fire' yang pasti ngehits berat dan jadi box office hehehe.
So, what are you waiting for? Grab these books as fast as you can!
I am who I am
qui suis-je?
wie ben ik?
chi sono?
chi sono?
quem sou eu?
Setiap orang di dunia, tak peduli dari belahan bumi mana pun, pasti pernah memikirkan satu pertanyaan ini : siapakah aku?
Kalau pertanyaan itu pernah terbesit di pikiranmu, jangan merasa konyol hehe, karena bisa dibilang itu adalah suatu bentuk introspeksi yang baik untuk menemukan esensi hidupmu yang sesungguhnya.
nah, kalau ada yang tiba-tiba menyodorkan pertanyaan "siapa kamu?" padaku, aku pasti akan kebingungan sekali menjawabnya, padahal seorang terkenal pernah berkata ini
Knowing others is wisdom, knowing yourself is enlightenment.
- Lao Tzu
nah, tapi karena aku sudah diberikan waktu yang cukup lama untuk menjawabnya, I'll try to answer, guys ^_^
who am I?
Aku adalah Ratna Wulansari, seorang gadis biasa yang berusaha menjadi luar biasa.
Langkah pertamaku menjadi orang yang luar biasa adalah dengan menjadi mahasiswi di Universitas Gadjah Mada di Fakultas Farmasi (yang alhamdulillah sudah tecapai) . Mengapai harus farmasi? Karena dari dulu aku ngebet pengen kerja di BPOM (kalau bisa jadi ketuanya yaa hehe). Kan 'you are what you eat', nah kebanyakan makanan yang beredar di Indonesia itu belum sepenuhnya aman.
Apalagi masih banyak produk farmasis lainnya yang disalahgunakan. Lewat Fakultas Farmasi, aku akan merintis jalanku untuk mengubah keadaan itu :)
Apalagi masih banyak produk farmasis lainnya yang disalahgunakan. Lewat Fakultas Farmasi, aku akan merintis jalanku untuk mengubah keadaan itu :)
Lalu langkahku yang lain adalah menjadi seorang penulis atau komikus. Pengen jadi penulis, karena aku suka menulis, dan pengen ciptain novel sehebat Harry Potter yang bisa menyihir pembacanya dan sekeren Hunger Games. Kalau komikus yaa karena aku suka gambar, walau gambarku belum bagus =,=
Nah, tapi, sebenarnya siapa 'Ratna Wulansari' itu? jangan cari di facebook yaa nama ini, karena dijamin ada lebih dari 20 orang yang memiliki nama yang persis sama denganku (haha nama yang umum, memang).
Ratna Wulansari adalah seorang gadis yang bisa diibaratkan dengan pohon Sakura.
Mengapa harus pohon? Coba pikir yaa. Tak peduli seberapa buruk kondisi tempat ia tumbuh, pohon Sakura akan terus bertahan dengan akar-akarnya yang kuat. Pohon Sakura akan beradaptasi dengan perubahan musim di Jepang. Bila diberi pupuk, air dan sinar matahari yang cukup, pohon Sakura akan tumbuh tinggi dan berbunga dengan indahnya. Tapi, bila ia disakiti, ditebang atau dirusak, pohon Sakura akan goyah juga dan kehilangan keindahannya.
Kurang-lebih, aku sama seperti itu hehe. Aku juga tipe golongan darah A banget deh. Benar-benar tercermin dalam sikapku. Mau tahu sifat golongan darah A? Coba googling yaaa :D. Intinyaa, aku adalah seorang yang sangat sederhana, tapi ingin melakukan suatu perubahan besar.
Kalo ditanya soal potensi yang aku miliki, aku bingung sih jawabnya gimana... aku ini ga terlalu pintar, tapi juga ga bodoh. Ga terlalu pintar menggambar, tapi juga ga terlalu jelek juga gambarnya hehe. Tapi, aku ingin diingat orang-orang sebagai orang yang berwibawa (hehehe) dan bisa jadi pemimpin yang baik. Aku juga ingin jadi orang yang bisa menempatkan diri di keadaan yang tepat. Oleh karena itu, aku sedang berusaha melatih sifat-sifat itu sekarang hehe.
Bagaimana dengan kamu? Sudah bisa menjawab pertanyaan 'siapakah aku'?
Dari sebuah pertanyaan sederhana 'siapakah aku?', kamu akan sadar bahwa dirimu adalah unik. Tiap-tiap orang itu unik, berbeda-beda, tidak ada yang sama persis.
Hanya karena kamu tidak seperti si A, atau tidak seperti B, lantas kau merubah jati dirimu yang sesungguhnya. Tidak, jangan begitu! Ingat ini :
Tapiiii, bukan berarti kamu bisa mempertahankan sifat burukmu looh. Sifat seperti egois itu harus dihilangkan. Belum terlambat lhoo untuk mengubahnya. Baca ini :
Aku sendiri sadar masih ada beberapa sifat buruk yang masih mengalir dalam darahku haha, tapi aku sedang dalam proses untuk menghilangkan sifat-sifat itu. Seperti kata ibuku, tiap tahun jangan tunggu hadiah dari orang lain, tapi hadiahilah dirimu sendiri, yakni dengan memberikan sifat-sifat baik :)
Lewat pertanyaan 'siapakah aku?' juga, kamu akan lebih sadar akan arti hidupmu sesungguhnya di bumi ini, tujuan mengapa kau dilahirkan.
Bahkan Soe Hok Gie menuliskan ini di diary-nya :
Masih merasa dangkal? Coba dipikirkan lagi yaaa
Mengapa harus pohon? Coba pikir yaa. Tak peduli seberapa buruk kondisi tempat ia tumbuh, pohon Sakura akan terus bertahan dengan akar-akarnya yang kuat. Pohon Sakura akan beradaptasi dengan perubahan musim di Jepang. Bila diberi pupuk, air dan sinar matahari yang cukup, pohon Sakura akan tumbuh tinggi dan berbunga dengan indahnya. Tapi, bila ia disakiti, ditebang atau dirusak, pohon Sakura akan goyah juga dan kehilangan keindahannya.
Kurang-lebih, aku sama seperti itu hehe. Aku juga tipe golongan darah A banget deh. Benar-benar tercermin dalam sikapku. Mau tahu sifat golongan darah A? Coba googling yaaa :D. Intinyaa, aku adalah seorang yang sangat sederhana, tapi ingin melakukan suatu perubahan besar.
Kalo ditanya soal potensi yang aku miliki, aku bingung sih jawabnya gimana... aku ini ga terlalu pintar, tapi juga ga bodoh. Ga terlalu pintar menggambar, tapi juga ga terlalu jelek juga gambarnya hehe. Tapi, aku ingin diingat orang-orang sebagai orang yang berwibawa (hehehe) dan bisa jadi pemimpin yang baik. Aku juga ingin jadi orang yang bisa menempatkan diri di keadaan yang tepat. Oleh karena itu, aku sedang berusaha melatih sifat-sifat itu sekarang hehe.
Bagaimana dengan kamu? Sudah bisa menjawab pertanyaan 'siapakah aku'?
Dari sebuah pertanyaan sederhana 'siapakah aku?', kamu akan sadar bahwa dirimu adalah unik. Tiap-tiap orang itu unik, berbeda-beda, tidak ada yang sama persis.
Always remember that you are absolutely unique. Just like everyone else.
- Margaret Mead
Hanya karena kamu tidak seperti si A, atau tidak seperti B, lantas kau merubah jati dirimu yang sesungguhnya. Tidak, jangan begitu! Ingat ini :
It is far better to be hated for who you are than to be loved for who you are not.
- Unknown
Tapiiii, bukan berarti kamu bisa mempertahankan sifat burukmu looh. Sifat seperti egois itu harus dihilangkan. Belum terlambat lhoo untuk mengubahnya. Baca ini :
It's never too late to be what you might have been.
- George Elliot
Aku sendiri sadar masih ada beberapa sifat buruk yang masih mengalir dalam darahku haha, tapi aku sedang dalam proses untuk menghilangkan sifat-sifat itu. Seperti kata ibuku, tiap tahun jangan tunggu hadiah dari orang lain, tapi hadiahilah dirimu sendiri, yakni dengan memberikan sifat-sifat baik :)
Lewat pertanyaan 'siapakah aku?' juga, kamu akan lebih sadar akan arti hidupmu sesungguhnya di bumi ini, tujuan mengapa kau dilahirkan.
Bahkan Soe Hok Gie menuliskan ini di diary-nya :
Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
Soe Hok Gie benar-benar menjawab pertanyaan ini dengan sangat dalam ya.
Langganan:
Postingan (Atom)